Tdc - Sidang perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terkait operasional bongkar muat di Pelabuhan Belawan oleh Penggugat PT. Sukses Aulia Niaga (SAN) dengan tergugat I, Koperasi TKBM Upaya Karya dan Otoritas Pelabuhan (OP) Belawan sebagai tergugat II, terus berlanjut di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (3/11/2022) lalu.
Ahli Keperdataan dan Administrasi Bisnis, Dr. H. Surya Perdana S.H, M.Hum saat dihadirkan dalam persidangan. |
Pada sidang beragendakan keterangan saksi ahli tersebut, pihak penggugat menghadirkan Ahli Keperdataan dan Administrasi Bisnis, Dr. H. Surya Perdana S.H, M.Hum dalam persidangan di ruang Cakra III Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Sayed Tarmizi, Dr. H. Surya Perdana S.H, M.Hum menjelaskan bahwa definisi Perbuatan Melawan Hukum dalam konteks hukum Perdata adalah, setiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
"Ada empat Unsur dalam definisi Perbuatan Melawan Hukum, yaitu adanya perbuatan, perbuatan tersebut melawan hukum, adanya kesalahan dari pihak pelaku, adanya kerugian bagi korban dan adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian," jelasnya.
Karena itu menurutnya inti gugatan PT. SAN menyangkut operasional bongkar muat di Pelabuhan Belawan yang terjadi saat ini menurutnya memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Salah satu contoh anggota koperasi bongkar muat yang ada tidak teregistrasi sesuai perizinan.
"Apabila koperasi tidak ada mendapat izin rekomendasi dan para pekerjanya tidak teregistrasi sesuai aturan, boleh dikatakan itu ilegal dan jelas merupakan perbuatan melawan hukum," sebutnya.
Menurut Surya kompleksitas persoalan bongkar muat dan praktek ilegal yang terjadi di Pelabuhan Belawan saat ini pada akhirnya juga sangat berpengaruh dengan pendapatan negara.
"Persoalan ini tentu mempengaruhi pendapatan negara, karena jika dalam prakteknya operasional bongkar muat dilakukan di luar aturan dikhawatirkan pajaknya tidak akan terhitung karena tidak terdata dan teregistrasi dengan baik," ungkapnya.
Mendengar penjelasan tersebut Ketua Majelis Hakim Sayed Tarmizi kemudian mempertanyakan pendapat saksi ahli tentang apa yang saat ini terjadi di Pelabuhan Belawan. "Menurut pendapat saudara dari persoalan gugatan ini, persoalan apa yang sebenarnya terjadi di Pelabuhan Belawan?," tanya majelis.
Menjawab pertanyaan itu, Dr. H. Surya Perdana S.H, M.Hum berkesimpulan bahwa ada monopoli dalam aturan dan proses operasional bongkar muat di Pelabuhan Belawan. Hal tersebut yang kemudian memunculkan persoalan lain tak terkecuali pendapatan negara yang pada akhirnya tak terserap secara maksimal.
"Ada monopoli dalam operasional bongkar muat di sana sehingga memunculkan persoalan. Semisal ada perusahaan yang expert dalam menjalankan operasional bongkar muat dengan pekerja yang juga expert dilengkapi Perlengkapan keselamatan kerja K3, yang kadang justru tidak diperhatikan oleh Koperasi bongkar muat yang ada, Kenapa proses bongkar muat kemudian disulitkan dengan permasalahan-permasalahan yang ada dari Koperasi bongkar muat itu sendiri?," ketusnya.
Hal ini juga dibenarkan kuasa hukum PT. SAN RIzky Irdiansyah S.H.I, bahwa terkait setiap pengerjaan yang menggunakan fasilitas negara wajib mendapatkan izin-izin terkait sesuai daerah dan lokasi masing-masing, jika tidak memiliki izin-izin terkait tapi tetap melakukan pemungutan retribusi maka itu termasuk kedalam pungli karena telah melakukan aktivitas yang bersifat ilegal.
"Semisalnya di dalam SKB 2 Dirjen 1 Deputi pasal 4 ayat 2 setiap anggota koperasi TKBM wajib diregistrasi ulang oleh penyelenggara pelabuhan setempat setiap 2 tahun sekali, jadi dari aturan yang dibuat sudah jelas apabila ada pelaku usaha yang tidak memiliki izin tapi tetap melakukan kegiatan usaha maka itu bisa dikatakan ilegal, dan kami team kuasa hukum PT. SAN juga merasa kecewa terhadap otoritas pelabuhan sebagai penyelenggara serta pengawas pelabuhan malah tetap membiarkan praktik ini terjadi," tandasnya.
Usai mendengar keterangan dari saksi ahli, majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga dua pekan ke depan dengan agenda Kesimpulan. "Baiklah, kalau begitu dua minggu kedepan sudah bisa lah di agenda kesimpulan," tutup ketua majelis hakim Sayed Tarmizi.
Sementara itu, Mhd. Yudha Nugraha ST selaku pimpinan PT. Sukses Aulia Niaga (SAN) mengatakan dalam persidangan terjadi sedikit kisruh dari pengunjung sidang yang mengatakan saksi ahli dari PT. SAN dengan kata 'bodoh' dan ini tidak baik seperti tingkah laku premanisme.
"Kami berharap dengan bukti-bukti dan saksi-saksi di persidangan, hakim yang juga sebagai wakil tuhan di dunia ini dapat memberikan keputusan yang adil dan terbaik untuk kami. Ini bukan hanya kerugian di pihak PT. SAN tetapi dengan praktek monopoli ini indikasi besar merugikan negara," tegasnya.
Dan yang lebih penting pelabuhan bukan milik sekelompok orang, kata Yudha, anggota kerja dirinya juga punya priuk, anak dan keluarga yang juga butuh makan dan penghidupan yang layak.
"Lagi pula perusahaan kami yang ditunjuk mendapatkan kerjaan, kok semena harus dirampas ke orang lain ini kan gak adil. Suruh lah boss mereka cari order sendiri jangan rampas hak orang lain dan kami juga tidak akan ganggu kerjaan mereka. Karena kami tau rejeki sudah diatur Allah SWT. Tapi perampasan hak ini yang kami perjuangkan untuk memperoleh keadilan. Jika pun kami menang di pengadilan, kemenangan ini bukan hanya untuk kami tetapi juga untuk masyarakat khususnya masyarakat belawan," katanya.
Menurutnya, semua berhak berpenghidupan dengan adanya pelabuhan di belawan. Karna kedepan saya berharap setiap perusahaan bongkar muat (PBM) yang memiliki Tenaga Kerja Bongkar Muat pelabuhan belawan 70% nya adalah masyarakat belawan dan yang tinggal di belawan.
"Sesuai UUD 1945 pasal 27 ayat 2 setiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tutup yudha yang juga asli kelahiran belawan," ujarnya.
Dan sebagai penutup, ditambahkan Ipan Suwandi SH, gugatan ini diajukan bermaksud untuk mengungkapkan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) di pelabuhan, akan tetapi para saksi yg dihadirkan koperasi TKBM malah menagih hutang PT. San yang tidak dibayarkan sisanya.
"Padahal PT. SAN sudah membayarkan uang tersebut ke Koperasi, seharusnya UUJBM yang membayarkan ke Buruh mereka, maka dari itu UUJBM yang berhutang kepada buruhnya," tandas Ipan Suwandi selaku kepala legal hukum PT. SAN. (abimanyu)