TDC-Lebih dari setahun laporan dugaan pemerasan oleh oknum anggota Subbid Wabprof Bidpropam Polda Sumut mengendap tanpa kejelasan.
Laporan tersebut dibuat oleh DE (51), mantan anggota Polri, yang mengaku dimintai uang Rp40 juta saat menghadapi sidang etik.
Meski laporan resmi telah masuk ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dan Bidpropam Polda Sumut sejak April 2024, proses penyelidikan tak kunjung berjalan.
DE bahkan menyebut penyidik sempat memeriksa lokasi dan saksi-saksi, namun setelah itu laporan seperti dihentikan begitu saja.
"Waktu itu sudah ada pengecekan TKP. Bahkan saksi-saksi yang saya hadirkan juga sudah diperiksa. Tapi sampai hari ini, laporan itu tidak lagi berproses. Seperti angin lalu. Mungkin harus ada aksi unjuk rasa dulu baru diperhatikan Kapolda," ujar DE, Sabtu, 13 September 2025.
DE sebelumnya bertugas di Satuan Reserse Narkoba (Satesnarkoba) Polrestabes Medan.
Saat menghadapi sidang etik, ia mengaku didatangi oknum Propam berinisial BS berpangkat Brigadir Kepala.
Dalam pertemuan itu, BS meminta uang Rp40 juta dengan janji membantu meringankan proses etik.
Namun, janji tersebut tak pernah ditepati hingga akhirnya DE membuat laporan polisi.
Laporan DE teregister dalam LP No: STTLP/B/411/IV/2024/SPKT/POLDASU tertanggal 2 April 2024.
Pada waktu yang hampir bersamaan, ia juga melaporkan kasus itu ke Bidpropam Polda Sumut.
Sorotan publik kian tajam setelah muncul dugaan serupa yang melibatkan oknum Propam lain binisial IFS.
Ia disebut meminta uang Rp20 juta kepada seorang anggota Polri yang tengah menghadapi persoalan etik.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid-Humas) Polda Sumut, Kombes Fery Walintukan, saat dikonfirmasi Senin 15 September 2025, membenarkan bahwa kasus IFS sedang ditangani Bidpropam.
Namun ia tidak merinci sejauh mana pemeriksaan terhadap IFS berlangsung.
Sementara itu, Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan maupun Kabid Propam Polda Sumut Kombes Julihan Muntaha belum memberikan tanggapan atas pertanyaan wartawan mengenai dua kasus tersebut.
Sementara itu, pemerhati kepolisian, Robi Anugerah Marpaung menilai lambannya penanganan laporan tersebut menimbulkan pertanyaan besar tentang keberanian Polda Sumut memproses dugaan pelanggaran di tubuh pengawas internal.
"Kalau sudah ada laporan dan pengaduan, kenapa masih diam? Jangan-jangan Ditreskrimum takut memeriksa oknum Propam seperti Bripka BS. Ini menjadi pertanyaan besar," katanya.
Menurut Robi, Kapolda Sumut memegang tanggung jawab utama dalam memperbaiki citra kepolisian.
Ia menekankan, kasus yang menyeret oknum Propam justru menjadi indikator bahwa pembenahan internal belum berjalan optimal.
"Pak Kapolda adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk membersihkan institusi ini. Kita berharap Kapolda segera mengambil langkah konkret," pungkasnya.(TDC/Red)***