JAKARTA - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan hadir dalam momentum yang tepat meski di tengah pandemi. Lahirnya UU ini diharapkan dapat memperkuat reformasi perpajakan melalui perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan sukarela, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan untuk mewujudkan APBN yang sehat dan berkelanjutan, meningkatkan pertumbuhan, dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional.
Istimewa |
“Namun ketika kita sedang berusaha menangani pandemi ini dan kemudian melihat apa yang menjadi PR kita, Ibu Bapak sekalian kita tidak boleh melupakan bahwa kita punya agenda-agenda jangka menengah panjang. Kita harus memiliki sistem pajak yang baik,” ungkap Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara saat menyampaikan paparannya dalam Sosialisasi Undang-Undang HPP di Malang Jawa Timur, Jumat (21/01).
Menurut Wamenkeu, karena negara dibiayai oleh pajak atau uang yang dikumpulkan oleh warga negara ke dalam anggaran negara, maka negara harus menggunakannya secara bertanggung jawab untuk memastikan terwujudnya kesejahteraan bersama.
“Makanya pajaknya tidak boleh sembarangan, harus sistemnya itu baik dan sistemnya itu cukup bisa dipercaya,” jelas Wamenkeu.
Langkah reformasi yang diambil dalam UU HPP adalah dengan melakukan penguatan administrasi perpajakan melalui UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPS), serta perluasan basis perpajakan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan melalui perbaikan kebijakan dalam UU PPh, UU PPN, UU Cukai, dan pengenalan Pajak Karbon.